Masa Pensiagaan Nasional 1908-1928
Pada
1912 berdirilah cabang dari Nederlands Padvinders Organisatie-NPO oleh
P.J Smith dan Majoor De Janger di Batavia Centruum (Jakarta) sebagai
awal kelahiran Gerakan Kepanduan di Indonesia. Cabang NPO merupakan
organisasi kepanduan yg ekslusif yang hanya diperuntukkan bagi remaja
dan pemuda bumi putra secara tertentu dan terbatas sesuai Ethische
koers dalam politik diskriminasi Belanda.Karena pecahnya perang eropa
yang menjadi perang dunia pertama pada tahun 1914, hubungan antara
Hindia Belanda dengan Belanda terputus, sehingga oleh kwartir besar NPO
di Belanda, NPO Cabang Hindia Belanda diberikan wewenang untuk berdiri
sendiri, maka pada 4 September 1914, Cabang NPO Hindia Belanda menjadi
organisasi kepanduan baru dengan nama Nederlands Indische Padvinders
Vereenigin-NIPV.
Oleh
para pejuang bangsa Indonesia, kepanduan/padvinderij dinilai sebagai
alat yang sangat ampuh untuk membangkitkan rasa nasionalisme di
kalangan remaja dan pemuda bumi putra untuk memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia.
Pada
1916 atas prakarsa Sri Paduka Mangkunegara VII Raja Surakarta, maka
berdirilah organisasi kepanduan nasional yang pertama di Indonesia
dengan nama 'Javaanse Padvinders Organisatie-JPO' disusul dengan
berdirinya 'Padvinders Muhammadiyah' di Yogyakarta pada 1918 oleh K.H.
Ahcmad Dahlan. Atas usul R.H Hadjid sejak tahun 1920 maka Padvinders
Muhammadiyah berganti nama menjadi 'Hizbul Wathon atau HW'.
Kemudian
berdiri juga 'Wira Tamtama' sebagai organisasi kepanduan dibawah
Syarekat Islam dengan A.Zarkasi sebagai ketuanya. Syarekat Rakyat/SI
Merah yg berafiliasi pada Partai Komunis Indonesia turut mendirikan
organisasi kepanduannya sendiri dengan Sujar sebagai pimpinannya.
Budi
Oetomo sebagai organisasi kebangsaan pertama, akhirnya turut
mendirikan 'Nationale Padvinderij' dibawah pimpinan Daslam Adi Warsito
pada tahun 1921.
Jong
Java cabang Mataram-Yogyakarta, pada tahun yang sama, turut mendirikan
pasukan pavdinder dengan nama 'Jong Java Padvinderij'. Bendera pasukan
dan hasdoek/setangan leher JJP adalah merah putih. Berdirinya pasukan
JJP cabang Mataram ini, menularkan semangat pada cabang JJP lainnya,
sehingga pada kongres Jong Java V di Solo tahun 1922, Padvinderij
dimasukkan kedalam sebagai bagian dari gerakan Jong Java, kemudian oleh
pengurus JJ, Jong Java Padvinderij dibuka secara luas dan di
re-organisier menjadi 'Pandu Kebangsaan-PK' dengan pasukan pandu putra
dan pasukan penuntun (Voortrekkers troep) sebagai inti.
PK terus berbenah diri dan membentuk pasukan pandu putri (groene troep) pada 5 Februari 1923.
Pada
awal tahun 1923 Jong Java cabang Bandung membentuk suatu panitia untuk
mendirikan Padvinderij, akan tetapi panitia tersebut pada akhirnya
berbeda pendapat, karena ada sebagian yg berkeinginan untuk bergabung
pada NIPV sedang sebagian lainnya berkeinginan untuk mendirikan dan
mempersatukan seluruh organisasi padvinderij kebangsaan dan meminta
pengakuan dari World Organisation of Scout Movement di Canada.
Akhirnya
JJP pusat di Batavia menyokong opsi membentuk organisasi padvinderij
baru untuk mempersatukan seluruh organisasi padvinderij kebangsaan dan
dibentuklah 'Nationale Padvinders Organisatie-NPO' dengan Safioedin
Soerjodipoetro sebagai pemimpinnya. Karena pindah ke Jember Jawa Timur,
pucuk pimpinan NPO diserah terimakan pada Ir Soekarno.
Belum
lagi terwujud cita2 untuk mempersatukan seluruh organisasi padvinder
di Indonesia, NPO sudah terpecah menjadi dua dan berdirilah 'Jong
Indonesisch Padvinders Organisatie-JIPO' tetapi kedua organisasi ini
tetap erat bekerja sama untuk mempersatukan seluruh organisasi
padvinderij di Indonesia. Dan dalam rangkaian untuk itu, disepakati
bahwa NPO dan JIPO dilebur menjadi satu organisasi padvinderij baru
yaitu 'Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie-INPO' dipimpin oleh
Ir.Soekarno dan Soenarjo.
Akan tetapi sebagian dari anggota JIPO tidak bersedia melebur dalam INPO dan mengganti nama JIPO menjadi 'Pandu Indonesia-PI'.
Sebagaimana
disebutkan diatas, Wira Tamtama yang didirikan oleh Syarekat Islam dan
terus berkembang secara nasional sejak tahun 1920, resmi mengubah nama
organisasinya menjadi 'Serikat Islam Afdeling Padvinderij-SIAP' pada
tahun 1926 dan setelah kemerdekaan RI mereka mengganti nama lagi
menjadi 'Sarikat Islam Angkatan Pandu' dengan singkatan yang sama
'SIAP'.
Selain
itu pada tahun 1926, berdiri juga 'National Islamietishe
Padvinderij-NATIPIJ yang merupakan organisasi kepanduan/underbow dari
Jong Islamieten Bond (JIB) di pimpin oleh Mr.Kasman Singodimedjo.
Kemudian ada juga Kepanduan 'Al Irsyad' di Surabaya dan 'Pandu Pemuda
Sumatra' dan kepanduan yang bersifat kedaerahan yang didirikan oleh para
pemuda Indonesia asal luar jawa.
Pada
3 April 1926, NIPV dibawah pimpinan G.J Ranneft selaku komisaris
besar, mengundang dan memimpin konferensi padvinderij di rumah K.H.A.
Dahlan di Yogyakarta yang bertujuan untuk menyatukan seluruh organisasi
padvinderij diluar NIPV untuk masuk dalam NIPV. Tetapi karena
perbedaan konsepsi yang sangat prinsip dimana para tokoh kepanduan
nasional (diluar NIPV) melihat orientasi kepentingan perjuangan menuju
kemerdekaan Indonesia yang tidak dapat diterima dalam NIPV, menolak
mentah-mentah usulan penyatuan tersebut. Disamping itu, dalam salahsatu
janji pandu NIPV tersebut disebutkan 'menjalankan kewajibanku terhadap
Tuhan dan kerajaan' yang dapat diartikan tunduk pada kerajaan
Nederland.
Karena
tidak berhasil menyatukan seluruh organisasi padvinderij dalam wadah
tunggal, maka NIPV yang merasa memiliki kekuasaan lebih tinggi,
melarang penggunaan kata 'Padvinder' dan 'Padvinderijs' bagi kepanduan
nasional Indonesia.
Karena
larangan tersebut dan untuk menegaskan jatidiri Bangsa Indonesia, maka
H. Agus Salim pada kongres SIAP tahun 1928 di Banjarnegara, Banyumas,
Jawa Tengah menganjurkan penggunaan istilah 'Pandu' dan 'Kepanduan'.
NIPV
pada 1927 melakukan re-organisasi dengan memecah kwartir besarnya
menjadi Kwartir Besar organisasi padvinerijs putra-Padvinders Bond
bertempat di Dago Jawa Barat dan Kwartir Besar organisasi padvinders
putri-Meisjes Gilde berkedudukan di Malang Jawa Timur.
Sebagian
kepanduan nasional yang berkeinginan untuk mempelajari teknik2
kepanduan tetap berlindung di NIPV. mereka antara lain adalah : Pandu
Kesultanan, Pandu Indonesia, Islamitische Padvinders Organisatie
disampin berdirinya Katholieke Padvinders Bond, Christelijke Padvinders
Vereeniging dan Persatuan Kepanduan Tonghwa sebagai kebijaksanaan dari
NIPV yg mmembuka kesempatan utk golongan tertentu dan agama mendirikan
pasukan padvinders-nya.
Didorong
rasa persatuan, para pimpinan Pandu Kebangsaan (JJP), INPO, NATIPIJ
dan SIAP mengadakan pertemuan pada 23 Mei 1928 di Batavia dan membentuk
badan federasi yang bernama 'Persaudaraan Antara Pandu-Pandu
Indonesia' yang disingkat PAPI.
Puncak
perjuangan dari organisasi kepanduan nasional adalah Kongres Pemuda II
pada tanggal 28 Oktober 1928 bertempat di gedung Indonesisch
Clubgebouw yang menghasilkan keputusan yang lebih dikenal dengan 'sumpah
pemuda'
Masa Penggalangan Kemerdekaan
Tahun 1928 - 1943
Semangat
para pandu semakin memuncak, mana kala kepanduan masuk sebagai bagian
dari proses pendidikan menanamkan rasa kebangsaan dan persatuan
sebagaimana keputusan dari Kongres Pemuda II atau yang dikenal sebagai
'Sumpah pemuda'.
Tanggal
15 September 1929 atau Setahun setelah badan federasi 'Persaudaraan
Antara Pandu-pandu Indonesia-PAPI' terbentuk, PAPI mengadakan pertemuan
bertempat di Batavia, Pandu Kebangsaan-PK mengusulkan dilakukannya
fusi/peleburan seluruh organisasi kepanduan Indonesia menjadi satu,
akan tetapi usul tersebut tidak mendapatkan kata sepakat dari
organisasi kepanduan yang berbeda asas, maka untuk menjaga rasa
persaudaraan maka dibentuklah 2 panitia untuk mempelajari dan
merencanakan proses fusi organisasi kepanduan yang berasas kebangsaan
dan organisasi kepanduan yang mengutamakan asas keagamaan.
Sementara
proses kerja dari kedua panitia tersebut berjalan, Pandu
Kebangsaan-PK, Pandu Pemuda Sumatra-PPS, Indonesisch Nationale
Padvinders Organisatie-INPO membuat terobosan dan melebur diri dalam
satu wadah kepanduan baru yaitu 'Kepanduan Bangsa Indonesia-KBI' pada 13
September 1930. KBI berasaskan kebangsaan, tidak berafiliasi pada
partai politik dan tidak melakukan kegiatan politik praktis namun KBI
tidak menghilangkan hak politik anggotanya yang berusia 18 tahun keatas.
W.R. Supratman mempersembahkan lagu KBI pada Kepanduan Bangsa Indonesia pada bulan yang sama.
KBI
bergerak cepat dengan kekuatan 57 cabang yang tersebar di jawa, madura
dan sumatera, mengadakan kongres sekaligus Jambore Nasional pertamanya
di Ambarwinangun Yogyakarta pada akhir Desember 1930, menjelang
berakhirnya kegiatan tersebut Gunung Merapi yang terletak di Muntilan
DIY meletus, maka seluruh pasukan pandu KBI bergerak untuk membantu dan
mengurangi penderitaan korban bencana tersebut.
Selanjutnya
pada Juni 1931 bertempat di Purworejo, KBI menyelenggarakan pertemuan
pemimpin-I dimana hasil penting dari pertemuan tersebut adalah
peletakan dasar dari KBI yang meliputi,
penetapan warna Merah Putih sebagai warna setangan leher/hasdoek dan bendera sesuai asasnya, yaitu kebangsaan.
Mengesahkan lagu 'KBI' ciptaan W.R. Supratman sebagai lagu resmi KBI.
Pada
tanggal 19-21 Juni 1932, KBI menyelenggarakan Jambore Nasional kedua
diikuti oleh 69 cabang bertempat di Malang di pimpin oleh Komisaris
Besar Umum-nya (Ketua Kwartir Nasional) dr.Moewardi. disamping jambore,
dilaksanakan juga pertemuan para pemimpin untuk memantapkan langkah
konsolidasi baik ke dalam maupun ke luar.
Pada
tanggal 20-24 Juni 1933 KBI menyelenggarakan Jambore Nasional ketiga
bertempat di Solo, kegiatan tersebut sekaligus dirangkaikan dengan
pertemuan para pemimpinnya yg mengambil keputusan antara lain,
pencetakan AD/ART KBI, pembentukan Kwartir Daerah dan pemindahan
kedudukan Kwartir Besar KBI ke Bandung.
Pada
persami tahun 1935 di Pasar minggu Jakarta, tercetuslah ide untuk
mengadakan All Indonesia Jamboree, jambore bagi seluruh organisasi
kepanduan yang bukan anggota NIPV atau yang tidak berlindung di bawah
panji-panji NIPV.
Disamping KBI, sejak periode 1928-135, banyak lagi organisasi kepanduan lain yang berdiri, diantaranya :
Pandu
Indonesia-PI di Bandung, Padvinders Organisatie Pasundan-POP di
Bandung, Pandu Kesultanan di Yogyakarta, Sinar Pandu Kita di Solo dan
Kepanduan Rakyat Indonesia-KRI di Malang. Organisasi kepanduan tersebut
mengusung asas kebangsaan.
Pandu
Ansor-NU di Surabaya, Al Wathoni, Hizbul Islam dan Kepanduan Islam
Indonesia (KII) di Solo, Islamitische Padvinders Organisatie-IPO di
Batavia. Organisasi kepanduan tersebut mengusung asas Islam.
Tri
Darma, Kepanduan Azas Katholik-KAKI di Yogyakarta, Kepanduan Masehi
Indonesia-KMI di Batavia. Organisasi kepanduan tersebut mengusung asas
Kristen maupun Katholik.
Dalam
rangka kunjungan ke beberapa negara sepulang dari Jambore di
Australia, BP dan Lady BP singgah di Tanjung Priok Batavia pada 3
Desember 1934, seluruh organisasi kepanduan nasional berkeinginan untuk
menyambut kedatangan kedua tokoh penting tersebut akan tetapi dilarang
oleh NIPV, hal mana yang menambah tinggi ketegangan hubungan antara
NIPV dan organisasi2 kepanduan Nasional.
Melanjutkan
cita-cita yang tercetus pada persami tahun 1935, KBI melalui PAPI
kembali mengusulkan untuk mengadakan All Indonesia Jamboree pada
pertemuan PAPI di bulan April 1938 di Solo. Usulan tersebut mendapatkan
tanggapan positif dari para pimpinan kepanduan yang tergabung dalam
PAPI.
Untuk
mewujudkan kegiatan All Indonesia Jamboree, maka diputuskan dalam
rapat tersebut sebuah organisasi penyelenggara yang bernama 'Badan
Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia-BPPKI'.
Dalam
konferensi BPPKI di Bandung pada tahun 1939, diputuskan mengubah nama
'All Indonesia Jamboree' menjadi 'Perkemahan Kepandoean Indonesia
Oemoem-PERKINO' dan akan diselenggarakan di Solo pada bulan Juli 1941.
Tanggal
11 Februari 1941 BPPKI menetapkan PERKINO I diselenggarakan pada 19-23
Juli 1941 bertempat di Yogyakarta dan BPPKI Cabang Mataram serta Badan
Persaudaraan Kepanduan Mataram ditunjuk sebagai pelaksana.
Sri Sultan HB IX yang juga merupakan seorang pandu, berkesempatan hadir pada kegiatan tersebut.
Pada
awal Maret 1942 saat Bala tentara Dai Nippon menaklukkan Hindia
Belanda dan membubarkan seluruh organisasi kepanduan dan para pemuda di
masukkan kedalam Seinendan, PETA, Heioho dan lainnya. Akan tetapi pada 6
Februari 1943, pandu-pandu dari berbagai organisasi kepanduan yang
telah dibubarkan berhasil menyelenggarakan PERKINO kedua di Jakarta
untuk menunjukkan betapa besar arti kepanduan bagi masyarakat
Masa Penegakan Kemerdekaan Tahun 1945-1961
Periode 1945-1949
Setelah proklamasi kemerdekaan di cetuskan pada 17 Agustus 1945, dalam kancah revolusi yg maha hebat, semangat pada pimpinan bekas organisasi-organisasi kepanduan bangkit kembali, pada akhir September 1945 di Gedung Balai Mataram Yogyakarta, para pimpinan KBI, HW, SIAP, NATIPIJ, Tri Darma, KAKI dan PK bertemu dan menghasilkan rumusan penting untuk membentuk Panitia Kesatuan Kepanduan Indonesia dan menganjurkan pembentukan satu organisasi kepanduan nasional dan selekas mungkin menyelenggarakan kongres kesatuan kepanduan Indonesia. Dalam pertemuan tersebut hadir juga utusan dari kementerian PP dan K yg membawa amanat dari Ki Hajar Dewantara yg menganjurkan kepada para pimpinan bekas organisasi kepanduan untuk kembali menghidupkan gerakan kepanduan.
Hasilnya, pada 27-29 Desember 1945 kongres kesatuan kepanduan Indonesia diselenggarakan di Surakarta yang dihadiri oleh para pimpinan bekas kepanduan KBI, HW, SIAP, NATIPIJ, JPO, KAKI, Taruna Kembang, Tri Darma, Al Wathoni, Hizbul Islam, Sinar Pandu Kita, Kepanduan Rakyat Indonesia, PK, Pandu Indonesia dan Pandu Pasundan yang semuanya berjumlah sekitar 300 orang.
Pada 28 Desember 1945, dengan janji 'Ikatan di tempa' lahirlah organisasi kepanduan baru yang merupakan fusi dari bekas organisasi-organisasi kepanduan yang bernama 'Pandu Rakyat Indonesia' PRI berdasarkan pada Pancasila.
Pada pelantikan pimpinan kwartir besar Umum sekaligus peresmian Pandu Rakyat Indonesia' dibawah pimpinan dr.Moewardi, para pimpinan pandu dengan sukarela dan ikhlas menyatakan ikrar 'Janji Ikatan Sakti' yang berisikan sbb :
Pada Akhir Desember 1946 berlangsunglah kongres Pandu Rakyat Indonesia yang pertama di Surakarta, dalam rentang setahun kepengurusan PRI berjalan, hasil yang didapat antara lain,
Tahun 1947-1949 juga merupakan tahun tersulit dari Pandu Rakyat Indonesia, dimana pada tahun tersebut pecah Agresi militer Belanda I dan II, hubungan pusat dan daerah menjadi sulit, terutama cabang-cabang yang dikuasai NICA/Belanda, Pandu Rakyat Indonesia dibubarkan. Tidak sedikit pula para pandu yang gugur dalam usaha untuk turut dalam perjuangan bersenjata menentang aksi penjajahan dan peristiwa yang paling menyedihan terjadi pada 17 Agustus 1948 saat pandu-pandu sedang berkumpul dan merayakan proklamasi kemerdekaan Indonesia yang ke 3 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta, sepasukan Polisi Militer NICA menyerbu dan menembaki para pandu tersebut walau gencatan senjata sudah disetujui kedua belah pihak.
Salah seorang pandu yang bernama Soeprapto yang sedang mengatur perayaan tersebut tewas ditempat.
Walau dalam suasana perjuangan rakyat semesta, Kwartir Besar putra berhasil
Didaerah-daerah pendudukan dimana Pandu Rakyat Indonesia dilarang berdiri, lahirlah organisasi kepanduan baru sebagai penyambung hidup dari Pandu Rakyat Indonesia. antara lain :
Kepanduan Putra Indonesia, Pandu Putri Indonesia, Kepanduan Indonesia Muda di Jawa Timur
Kepanduan Muslimin Indonesia di Sulawesi
Kongres Pandu Rakyat Indonesia yang kedua yang sedianya diselenggarakan pada tahun 1948 akhirnya urung dilaksanakan karena situasi yang kian memanas.
Sebagaimana dengan golongan putra, Kwartir Besar Putri-pun mengalami masa-masa yang sulit dalam upaya mempertahankan roda organisasi akibat revolusi fisik tersebut, selain sulitnya hubungan antara pusat dan daerah serta terberai berai-nya organisasi karena banyak anggota putri yang turut aktif terjun dalam kancah peperangan tersebut, mengakibatkan diambilnya tindakan darurat dengan mendirikan Kwartir Besar Putri darurat pada tanggal 22 Agustus 1949 dengan Komisaris Besar Umum Berkedudukan di Solo dilengkapi dengan komisaris golongan Penyuluh, Golongan Perintis dan Golongan Kurcaci.
Selesai.....
Periode 1945-1949
Setelah proklamasi kemerdekaan di cetuskan pada 17 Agustus 1945, dalam kancah revolusi yg maha hebat, semangat pada pimpinan bekas organisasi-organisasi kepanduan bangkit kembali, pada akhir September 1945 di Gedung Balai Mataram Yogyakarta, para pimpinan KBI, HW, SIAP, NATIPIJ, Tri Darma, KAKI dan PK bertemu dan menghasilkan rumusan penting untuk membentuk Panitia Kesatuan Kepanduan Indonesia dan menganjurkan pembentukan satu organisasi kepanduan nasional dan selekas mungkin menyelenggarakan kongres kesatuan kepanduan Indonesia. Dalam pertemuan tersebut hadir juga utusan dari kementerian PP dan K yg membawa amanat dari Ki Hajar Dewantara yg menganjurkan kepada para pimpinan bekas organisasi kepanduan untuk kembali menghidupkan gerakan kepanduan.
Hasilnya, pada 27-29 Desember 1945 kongres kesatuan kepanduan Indonesia diselenggarakan di Surakarta yang dihadiri oleh para pimpinan bekas kepanduan KBI, HW, SIAP, NATIPIJ, JPO, KAKI, Taruna Kembang, Tri Darma, Al Wathoni, Hizbul Islam, Sinar Pandu Kita, Kepanduan Rakyat Indonesia, PK, Pandu Indonesia dan Pandu Pasundan yang semuanya berjumlah sekitar 300 orang.
Pada 28 Desember 1945, dengan janji 'Ikatan di tempa' lahirlah organisasi kepanduan baru yang merupakan fusi dari bekas organisasi-organisasi kepanduan yang bernama 'Pandu Rakyat Indonesia' PRI berdasarkan pada Pancasila.
Pada pelantikan pimpinan kwartir besar Umum sekaligus peresmian Pandu Rakyat Indonesia' dibawah pimpinan dr.Moewardi, para pimpinan pandu dengan sukarela dan ikhlas menyatakan ikrar 'Janji Ikatan Sakti' yang berisikan sbb :
- Melebur segenap organisasi kepanduan Indonesia dimasa silam dan menjadikan satu organisasi kepanduan baru yaitu Pandu Rakyat Indonesia.
- Tidak akan menghidupkan kembali organisasi kepanduan lama.
- Tanggal 28 Desember diakui sebagai 'Hari Pandu Indonesia'
- Mengganti setangan leher yang bermacam2 menjadi satu warna, yaitu Hitam.
Pada Akhir Desember 1946 berlangsunglah kongres Pandu Rakyat Indonesia yang pertama di Surakarta, dalam rentang setahun kepengurusan PRI berjalan, hasil yang didapat antara lain,
- Pemerintah RI mengakui dan mengesahkan Pandu Rakyat Indonesia dan nantinya setahun kemudian pada 1 Februari 1947 PRI diakui sebagai satu-satunya organisasi kepanduan Indonesia melalui keputusan Menteri PP dan K dgn noor 93/Bag-A.
- Membuat AD/ART
- Konsolidasi cabang2 di Jawa dan pengaturan hubungan dgn cabang diluar jawa.
- Mendaftarkan diri pada WOSM untuk dapat diterima dan diakui sebagai anggota biro kepanduan dunia.
- Peristiwa penting lainnya adalah Presiden RI menerima usulan menjadi 'Pelindung Pandu Rakyat Indonesia' pada tanggal 25 Maret 1947.
- Pandu Rakyat Indonesia membentuk Kwartir Besar Pandu Putri pada tanggal 22 Agustus 1947 dibawah pimpinan Ibu Soehariah Soetarman.
Tahun 1947-1949 juga merupakan tahun tersulit dari Pandu Rakyat Indonesia, dimana pada tahun tersebut pecah Agresi militer Belanda I dan II, hubungan pusat dan daerah menjadi sulit, terutama cabang-cabang yang dikuasai NICA/Belanda, Pandu Rakyat Indonesia dibubarkan. Tidak sedikit pula para pandu yang gugur dalam usaha untuk turut dalam perjuangan bersenjata menentang aksi penjajahan dan peristiwa yang paling menyedihan terjadi pada 17 Agustus 1948 saat pandu-pandu sedang berkumpul dan merayakan proklamasi kemerdekaan Indonesia yang ke 3 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta, sepasukan Polisi Militer NICA menyerbu dan menembaki para pandu tersebut walau gencatan senjata sudah disetujui kedua belah pihak.
Salah seorang pandu yang bernama Soeprapto yang sedang mengatur perayaan tersebut tewas ditempat.
Walau dalam suasana perjuangan rakyat semesta, Kwartir Besar putra berhasil
- Membentuk kwartir pusat untuk wilayah Sumatra di Bukit Tinggi,
- Mengadakan badan penghubung (LO) dibawah pimpinan dr.Moewardi untuk daerah diluar RI
- membentuk pos-pos terdepan untuk mengadakan hubungan antara Kwartir Pusat di Yogyakarta dan daerah-daerah yang diduduki Belanda di Jawa Timur dan Jawa Barat.
- Meneruskan penyelenggaraan kursus pemimpin diluar daerah pendudukan di Jawa.
Didaerah-daerah pendudukan dimana Pandu Rakyat Indonesia dilarang berdiri, lahirlah organisasi kepanduan baru sebagai penyambung hidup dari Pandu Rakyat Indonesia. antara lain :
Kepanduan Putra Indonesia, Pandu Putri Indonesia, Kepanduan Indonesia Muda di Jawa Timur
Kepanduan Muslimin Indonesia di Sulawesi
Kongres Pandu Rakyat Indonesia yang kedua yang sedianya diselenggarakan pada tahun 1948 akhirnya urung dilaksanakan karena situasi yang kian memanas.
Sebagaimana dengan golongan putra, Kwartir Besar Putri-pun mengalami masa-masa yang sulit dalam upaya mempertahankan roda organisasi akibat revolusi fisik tersebut, selain sulitnya hubungan antara pusat dan daerah serta terberai berai-nya organisasi karena banyak anggota putri yang turut aktif terjun dalam kancah peperangan tersebut, mengakibatkan diambilnya tindakan darurat dengan mendirikan Kwartir Besar Putri darurat pada tanggal 22 Agustus 1949 dengan Komisaris Besar Umum Berkedudukan di Solo dilengkapi dengan komisaris golongan Penyuluh, Golongan Perintis dan Golongan Kurcaci.
Selesai.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar